Jika terjadi perseteruan yang terus menerus antara suami
dan istri, dan suami menyerahkan perceraiannya kepada istri dengan mengatakan: “Silahkan
pilih untuk bercerai denganku jika engkau mau”, maka itu diperbolehkan. Jika
istri mengatakan “iya” pada kejadian itu, maka jatuhlah satu talak. Hal ini
karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menyerahkan talak kepada
istri-istri beliau. Aisyah radhiyallahu anha berkata:
خيرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم،
فاخترنا الله ورسوله، فلم يعد ذلك علينا شيئا
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan pilihan
kepada kami untuk tetap tinggal bersama beliau atau bercerai. Maka kami memilih
Allah dan RasulNya (tetap hidup bersama beliau). Maka Rasulullah tidak
menganggap jatuhnya talak kepada kami” (HR. Bukhari no. 5262 dan Muslim no.
1477)
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:
أن الزوج مخير بين أن يطلق بنفسه، وبين
أن يوكل فيه، وبين أن يفوضه إلى المرأة، ويجعله إلى اختيارها؛ بدليل أن النبي -
صلى الله عليه وسلم - خير نساءه، فاخترنه
“Bahwasanya suami diberi pilihan untuk menceraikannya
sendiri, atau mewakilkan orang lain dalam perceraiannya, atau dia menyerahkan
perceraiannya kepada istrinya dan menjadikan keputasan hasil kepada pilihan
istrinya. Dalilnya adalah bahwasanya nabi shallallahu alaihi wa sallam
memberikan pilihan kepada para istri beliau, maka mereka memilih untuk tetap
tinggal bersama beliau” (Al-Mughni 7/403)
Pada kesimpulan ini, maka suami disahkan untuk
menyerahkan keputusan cerai kepada istri. Dan jika istri menyetujuinya, maka
jatuhlah 1 talak.
Namun bagaimana jika suami menyerahkan keputusan cerai
kepada istri, namun dia berubah pikiran dan ingin rujuk kembali sebelum istri memutuskan
untuk bercerai (belum mengatakan iya dan setuju).
Pada kejadian di atas, maka suami boleh untuk ruju’ jika
istri belum mengatakan iya dan belum memutuskan untuk cerai. Hal itu pernah
ditanyakan kepada Imam Asy-Sya’bi rahimahullah:
عن زكريا، عن الشعبي، في رجل خير
امرأته، قال: له أن يرجع ما لم تتكلم
Dari Zakaria, dari Asy-Sya’bi mengenai seseorang yang
memberikan pilihan cerai kepada istrinya, beliau berkata: “Bagi dia untuk rujuk
selama istri belum memutuskan” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 18122)
عن ابن جريج، عن عطاء، في رجل يخير
امرأته، أو يجعل أمرها بيدها، ثم يرد ذلك من قبل، أن تقول: شيئا قال: له ذلك
Dari Ibni Juraij, dari Atha’ mengenai seorang lelaki yang
memberi pilihan kepada istrinya atau menjadikan keputusan di tangan istrinya,
kemudian lelaki tersebut ingin membatalkannya sebelum istrinya mengatakan
sesuatu. Maka Atha berkata: “Dia memiliki hak untuk itu” (HR. Ibnu Abi Syaibah
no. 18124)
Dan pembatalan penyerahan cerai kepada istri bisa dengan penolakan
istri akan hal itu, atau dengan jima’ atau dengan rujuk suami kepada istrinya
baik dengan perbuatan seperti jima’ atau dengan perkataan.
Disebutkan dalam Zaad Al-Mustaqni’:
فإن ردت أو وطئ أو طلق أو فسخ بطل
خيارها
“Jika istri menolak untuk menerima keputusan, atau suami
menyetubuhi istrinya, atau suami yang langsung menceraikannya, atau memfaskhnya,
maka batallah pilihan istri untuk memutuskannya” (Zaad Al-Mustaqni’ hal. 179)
Wallahu ta’alaa a’lam, semoga yang sedikit ini
bermanfaat.
Penulis: Ustadz Abdurrahman Al-Amiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al-Amiry)
----------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar