Kita sering
kali mendengar dengungan kaum liberal bahwasanya syari’at islam selalu
mendzalimi wanita terutama dalam takar pembagian harta warisan. Padahal ini
adalah tuduhan yang sangat kejam terhadap islam.
Akan tetapi
mereka ingin memotong satu ayat, lantas kemudian ingin mengaplikasikan ayat
tersebut dalam setiap keadaan mirats padahal setiap keadaan mirats memiliki
ayat tersendiri. Ayat yang mereka potong adalah:
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol follow pada akun FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
Perlu
diketahui bahwasanya dalam islam, wanita bisa mendapatkan jatah warisan dengan
jumlah yang sama dengan lelaki bahkan lebih banyak dalam keadaan tertentu.
Bukan hanya itu, wanita pun bisa mendapatkan harta warisan dari mayyit akan
tetapi lelaki tidak mendapatkannya dalam keadaan tertentu yang lain pula. Sama
halnya, wanita juga bisa mendapatkan lebih sedikit harta warisan dari lelaki
dalam keadaan tertentu pula.
Jadi setiap
keadaan memiliki hukum tersendiri. Dalam pembagian harta warisan sudah ada
ketetapan tertentu dalam keadaan tertentu. Akan tetapi sangat disayangkan, kaum
liberal memang suka menghancurkan islam dengan akal dan pikiran yang begitu
dangkal.
Saya sangat
yakin, dengungan kaum liberal ini hanya keluar karena 2 kemungkinan:
1- Jahlun
‘amiiq (kebodohan yang terlalu mendalam di hati) mengenai ilmu mirats dan
faraidh (ilmu pembagian harta warisan).
2- Tidak
mengetahui hikmah dalam syari’at mirats.
يُوصِيكُمُ اللَّهُ
فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian harta
warisan untuk anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan”. (QS. An-Nisa: 11)
Benar adanya
bahwasanya ayat ini menunjukkan wanita mendapatkan harta warisan lebih sedikit dibandingkan
lelaki. Tapi ayat ini hanya ada dalam 4 keadaan, adapun keadaan lainnya maka
tidak. Contoh 4 keadaan itu adalah:
- Seorang
mayyit meninggalkan satu orang anak perempuan dan anak lelaki.
- Seorang
mayyit meninggalkan cucu perempuan (Bintu Ibn) dan cucu lelaki (Ibnu Ibn).
- Seorang
mayyit meninggalkan saudara kandung perempuan dan saudara kandung lelaki.
- Seorang
mayyit meninggalkan saudara perempuan sebapak dan saudara lelaki sebapak.
Kalau
keadaannya seperti diatas maka benar perempuan mendapatkan lebih sedikit
dibandingkan lelaki. Akan tetapi tidak halnya dalam keadaan yang lain, maka
wanita bisa mendapatkan harta warisan sama banyak dengan lelaki. Bahkan bukan
hanya sama banyak, wanitapun bisa mendapatkan jumlah yang lebih banyak dari
lelaki. Dan lebih dari itu pula, wanita bisa mendapatkan harta warisan namun
lelaki tidak mendapatkannya.
Mari kita
perinci keadaannya.
1-
Wanita mendapatkan jumlah harta warisan yang sama dengan lelaki.
Contoh:
Seorang mayyit meninggalkan satu orang anak perempuan dan satu orang ayah. Maka
jatah anak perempuan adalah 1/2 dari harta warisan sesuai ayat mirats dan jatah
ayah adalah 1/6 dari harta warisan + Sisa harta warisan sesuai ayat mirats pula.
Maka hasil
yang didapat oleh masing-masing adalah:
6
|
Hasil
|
||
Anak Perempuan
|
1/2
|
3
|
3
|
Ayah
|
1/6 + Ashabah (Sisa)
|
1+2
|
3
|
Dari tabel
diatas maka jelas, bahwasanya jatah anak perempuan sama banyak dengan jatah
ayah selaku lelaki.
Contoh lain:
Seorang mayyit meninggalkan satu orang anak perempuan dan cucu lelaki (Ibnu Ibn).
Maka jatah perempuan adalah 1/2 dari harta warisan. Dan jatah cucu lelaki
adalah ashabah (sisa dari harta warisan).
Maka hasil
yang didapat oleh masing-masing adalah:
2
|
Hasil
|
||
Anak Perempuan
|
1/2
|
1
|
1
|
Cucu Lelaki (Ibnu Ibn)
|
Sisa
|
1
|
1
|
Dari tabel
diatas, maka juga jelas bahwasanya wanita mendapatkan jatah yang sama dengan
lelaki.
Contoh lain:
Seorang mayyit meninggalkan satu anak perempuan dan saudara kandung laki-laki.
Maka jatah anak perempuan adalah 1/2 dari harta warisan dan jatah saudara
kandung-laki-laki adalah ashabah (sisa harta warisan). Maka keadaan seperti
ini, seperti contoh keadaan yang sebelumnya.
Maka hal ini,
juga menunjukkan bahwasanya wanita mendapatkan jatah yang sama dengan harta
lelaki.
2-
Wanita mendapatkan jatah yang lebih banyak dari lelaki.
Contoh:
Seorang mayyit meninggalkan seorang anak perempuan, seorang ibu, dan seorang
ayah. Maka anak perempuan mendapatkan 1/2 dari harta warisan, dan ibu
mendapatkan 1/6 dari harta warisan dan seorang ayah mendapatkan 1/6 dari harta
warisan + Ashabah (sisa harta warisan).
Maka hasil
yang didapat oleh masing-masing adalah:
6
|
Hasil
|
||
Anak Perempuan
|
1/2
|
3
|
3
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
1
|
Ayah
|
1/6 + Sisa
|
1 + 1
|
2
|
Dari tabel
diatas maka jelas, bahwasanya anak perempuan mendapatkan jatah lebih banyak
dari kakeknya selaku laki-laki.
Dan wanita
mendapatkan jatah yang lebih banyak dari lelaki memiliki contoh yang lain,
namun kita cukupkan satu saja.
3-
Wanita mendapatkan jatah warisan namun lelaki tidak mendapatkannya.
Contoh:
Seorang mayyit meninggalkan satu anak perempuan dan satu saudara kandung
perempuan dan satu saudara sebapak laki-laki. Maka anak perempuan akan
mendapatkan 1/2 dari harta warisan dan saudara kandung perempuan akan
mendapatkan ashabah (sisa) jika bersama dengan anak perempuan. Dan saudara
lelaki akan menjadi mahjub (tertutup tidak mendapatkan harta warisan)
dikarenakan adanya anak perempuan dan saudara kandung perempuan.
Maka perincian
hasil adalah sebagai berikut:
2
|
Hasil
|
|
Anak Perempuan
|
1/2
|
1
|
Saudara Kandung Perempuan
|
Ashabah (Sisa)
|
1
|
Saudara Sebapak Laki-laki
|
Mahjub
|
-
|
Dari tabel
diatas, maka jelaslah bahwasanya wanita mendapatkan jatah warisan namun lelaki
tidak mendapatkannya.
Perlu
digaris bawahi: Mengapa
lelaki mendapatkan jatah lebih banyak dari wanita?
Maka
jawabannya adalah: Hikmah dari hal tersebut, karena islam sangat sayang dengan
wanita. Islam tidak mewajibkan wanita untuk menafkahi suami dan keluarganya.
Justru sebaliknya, sang suamilah yang wajib menafkahi istri dan keluarganya.
Karena wanita hamil, melahirkan, dan ini tidak mungkin untuk wanita mencari
nafkah, maka dia dicukupkan untuk mendapatkan nafkah dari lelaki. Dengan ini,
lelaki mendapatkan warisan lebih banyak karena dia perlu menafkahi istri dan
keluarga sedangkan wanita tidak seperti itu.
Apa ada wanita
berakal yang ingin “untuk diwajibkan agar menafkahi suaminya, sedangkan
suaminya juga bekerja dan tidak ada kewajiban untuk menafkahi istrinya”. Sang
suami mendapatkan penghasilan diri sendiri + nafkah dari istri, sedangkan istri
mendapatkan hasil diri sendiri dan dikurangi nafkah untuk suami?? Tentunya,
wanita yang berakal dan fitrahnya selamat tidak akan setuju dengan hal ini.
Kalau begitu,
maka wajar saja jika lelaki mendapatkan jatah warisan lebih banyak dari lelaki.
Kesimpulan
yang dapat diarik adalah: “Bahwasanya fitnahan kaum liberal yang mengatakan
bahwasanya perempuan mendapatkan jatah warisan lebih sedikit dan islam telah
mendzalimi kaum wanita, adalah fitnahan yang keluar dari kebodohan yang
mendalam dalam tubuh kaum liberal”.
Sangat
kelihatan, bahwasanya mereka tidak menguasai ilm mawaris atau ilm faraidh, namun
sudah berbicara seenak perutnya. Maka dari itu, sebelum engkau membuat fitnah
terhadap islam, pelajarilah terlebih dahulu apa itu agama islam. Maka engkau
akan mengetahui bahwasanya islam sangat bertolak belakang dengan apa yang akan
engkau fitnahkan.
Semoga
pemaparan ini bermanfaat. Wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
BalasHapusPak Muhammad Abdurrahman Al Amiry, saya mohon izin copas untuk dokumentasi pribadi. Sosok wanita khusunya muslimah yang menjadi tiang negara selalu dijadikan senjata kaum liberal untuk merusak umat Islam.
Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Silahkan copas dengan syarat mencantumkan penulis dan sumber artikel. Baarakallahu fiik.
Hapus